Friday, November 4, 2011

spermatozoa


PENDAHULUAN

Latar Belakang
     Ilmu reproduksi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengembangbiakkan ternak serta faktor-faktor yang berperan dalam pengembangbiakan tersebut,  yang dalam aspek ini reproduksi baik pada hewan jantan maupun hewan betina.  Mengetahui prinsip-prinsip reproduksi dan cara pengendaliannya, penyebab menurunnya efesiensi reproduksi, serta cara-cara untuk meningkatkan efesiensi produksi dalam usaha peternakan.
     Banyak usaha peternakan menggunakan hasil penjualan kelebihan ternaknya sebagai produksi utama.  Selanjutnya semakin tinggi tingkat reproduksi, makin besar pula seleksi diferensial dan kerenanya mempercepat perbaikan genetik.  Jadi, reproduksi berperan disetiap aspek produksi ternak.  Proses reproduksi merupakan urutan-urutan proses fisiologis yang terjadi dalam tubuh mulai dari fase pubertas sampai pada kelahiran anak dan munculnya fase siap kawin berikutnya.
     Secara anatomik alat kelamin jantan dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu gonad atau testis merupakan bagian alat kelamin utama.  Saluran-saluran reproduksi yang terdiri atas epididimis, vas defferens dan uretrra sedangkan kelenjar mani terdiri dari kelenjar vasikularis, prostat dan kelenjar cowper



Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum Reproduksi Ternak Dasar tentang Perkembangan Spermatozoa adalah untuk mengenal bentuk-bentuk spermatozoa pada setiap tahap perkembangan dalam testis dan dalam saluran reproduksi, dan untuk mempelajari perkembangan spermatozoa pada sapi jantan
     Kegunaannya adalah agar dapat mengetahui perkembangan spermatozoa pada sapi, dan bentuk-bentuk spermatozoa dalam setiap tahap perkembangan testis dan dalam saluran reproduksi hewan jantan.
















TINJAUAN PUSTAKA

A.    Morfologi Spermatozoa
Bentuk dan ukuran spermatozoa sangat berbeda menurut jenis hewan dan struktur morfologisnya.  Tetapi pada dasarnya adalah sama.  Panjang dan lebar kepala kira-kira 8,0 - 10,0 mikron.  Panjang spermatozoa pada sapi sekitar 4,0 – 4,5 mikron, pada domba 7,0 mikron kali 2,7 sampai 4,0 mikron pada kuda.   Tebal kepala lebih kurang 0,5 sampai 1,5 mikron atau kurang pada semua spesies.  Badan atau bagian tengah sperma mempunyai panjang 1 ½  sampai 2 kali panjang kepala 10,0 sampai 15,0 mikron, dan diameter sekitar 1,0 mikron pada semua spesies.  Ekor spermatozoa adalah 35,0 sampai 45,0 mikron dan untuk diameternya 0,4 sampai 0,8 mikron.  Panjang keseluruhan spermatozoa pada hewan untuk pemeliharaan mencapai 50 sampai 70 mikron (Toilehere, 1979).
Bagian permukaan sperma dibungkus oleh suatu sperma dibungkus oleh suatu membran lipopreotein.  Apabila sel tersebut mati, amak permeabilitas membran kan tinggi, terutama didaerah pangkal kepala yang mengandung asam dioxyribonuclik di dalam kromosom, tampa sekitar 2/3 bagain tertutup oleh acrosome (Salisbury, 1985).




Kerangka spermatozoa menurut Parthodihardjo (1992) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
1.  Kepala
a.  membran plasma
b.  acrosoma
c.  nucleus
d.  selubung posterior nucleus
2.  Bagian badan
a.  central proximal
b.  selubung mithokondria
3.  Bagian  Utama
                                                                                                                                                                         a.      central distal
                                                                                                                                                                        b.      selubung ekor
4.  Bagian ujung
a.  ujung ekor
                                                                           B, C dan D adalah bagian ekor.

     Kerangka spermatozoa terdiri dari kepala, leher dan ekor serta badan.  Kepala merupakan ruangan yang dibatasi oleh selaput yang mengelilingi kepala spermatozoa yang sebagian besar terdiri dari bahan-bahan cromatin.  Pada spermatozoa sapi jantan fibrin di bagian leher dikelilingi oleh 10 sampai 12 sabuk pilin, yang dapat memperkuat fibrin ini dan menghilang dibagian permukaan bagian tengah.  Bagian badan panjangnya 8 – 10 mikron, terdiri dari 9 + 9 + 2 serabut fibril filamen ekor (78) dibungkus oleh kelopak halus (10) yang secara relatif banyak mengandung lipoid.  Ujungnya ekor kedua lingkaran yang terdiri dari 9 cincin serabut fibril dari filamen besar yang sama, jadi filamen ekor lebih kecil dibagian pangkal ekor daripada dilehernya atau pada bagian badan.  Kira-kira tiga mikron dari ekor terujung pada spermatozoa kulit benang pilin dan sekaput pembungkus berhenti, telanjangnya ujung bagian ekor yang tersusun dari fibril, filamen ekor (Salisbury, 1985).
     Spermatozoa sapi jantan normal didorong kedepan karena gerakan ekor menyerupai baling-baling, suatu gerakan yang dimulai dari centriol proksimal kebagian leher yang mendorong spermatozoa kedepan dan menyebabkan berputar sepanjang sumbu panjangnya (Toelihere, 1979).
     Mobilitas spermatozoa didukung oleh adanya ekor pada spermatozoa.  Ekor spermatozoa mengandung semua sarana yang perlu untuk mobilitas, dan ekor sperma yang telah terpisah dari kepala sperma dapat bergerak seperti sediakala.  Mobilitas normal individual spermatozoa manusia dan membagi dalam tiga kelompok atau tipe yaitu gerak maju, gerak berputar, dan bergerak ditempat.  Ada tidaknya tipe mobilitas spermatozoa mamalia yaitu gerak progresif, gerak berputar dengan bagian paling tebal dan pangkal kepala yang melangsing ke apex yang tipis.  Kepala sperma terdiri dari materi inti, kromosom yang terdiri dari materi inti, kromosom terdiri dari DNA yang bersenyawa dengan protein.  Ekor sperma memanjang (40 – 50 m) dapat dibagi atas tiga bagian yaitu : bagian utama, bagian tengah, dan bagian ujung dan berasal dari centriol spermatid selama spermatogenesis.  Ujung anterior bagian tengah yang berhubungan dengan bagian kepala dikenal sebagai daearah implantasi.  Selubung mitokondria berasal dari pangkal jarum yang menbentuk spiralkarena berlawanan dengan arah jarum jam yang kontinu sepanjang bagian ekor sampai cincin centriol central atau bagian centriol distal.  Pada bagian ujung ekor yang pendek inti ekor tidak mempunyai selubung atau fibril yang sembilan tidak ada (Salisbury, 1985).
      
B.    Abnormalitas Spermatozoa.
Pendinginan yang dilakukan dapat mengurangi aktifitas individu sperma dan dapat memperpanjang umurnya.  Akan tetapi, harus dujaga jangan sampai sperma tersebut yang kita simpan dapat rusak.  Hal ini dapat dicegah atau dihindari apabila pendinginan yang terjadi pada sapi, domba maupun yang terjadi pada kuda dilakukan secara perlahan-lahan yanitu pada suhu kritis yaitu 15 – 0 C (Partodihardjo, 1992).
Bebepara penyimpangam dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas.  Antara lain sperma dengan kepala raksasa atau kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor (seringkali dibebankan oleh perlakuan yang kasar waktu membuat persediaan untuk diwarnai atau untuk pengawetan, tetapi sering juga terlihat pada pembuatan persediaan yang dikerkan dengan hati-hati), kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala protoplasmik dibagian tengah.  Pada ejakulasi yang normal dapat tidak dijumpai atau jarang dijumpai abnormalitas tersebut.  Bila abnormalitas ditemukan dalam jumlah yang banyak, fertilitas ½ jantan pemilik semen tersebut akan terganggu.  Sebagai patokan, bila jumlah sperma abnormal mendekati 50 % dari total sperma pada ejakulat,  jantan tersebut sterul meskipun jumlah sel yang normal pada ejakulat, seharusnya jauh lebih cukup untuk memeungkinkan terjadinya fertilisasi.           Sperma abnormalitas pada umumnya terlihat pada domba jantan yang sterilitas musim panas, jantan penderita sakit demam, dan pada jantan yang dikawinkan terlalu sering tau terlalu muda.  Kadang-kadang tidak ada penyebab yang pasti mengapa ditemukan sperma yang abnormal dalam ejakulat,  dan cacat tersebut dapat kembali normal dengan berlalunya waktu,  cacat-cacat sel sperma tertentu diketahui ada yang bersifat genetik (Nalbandov, 1990).     
Pada umumnya setiap penyimpanan morfologik dari struktur sperma yang normal dipandang sebagai abnormal.  Abnormalitas sperma adapat dapat diklasifikasikan menjadi dua,  yaitu abnormalitas primer dan sekunder.  Abnormalitas primer terjadi karena kelainan-kelainan spermatogenesis dalam tubuli seminiferi atau epitel kecamba,  sedangkan abnormalitas sekunder terjadi setelah sperma meninggalkan tubuli seminiferi selama perjalanan menuju saluran epidydimis, selama ejakulasi atau dalam manifestasi ejakulsi termasuk agitasi yang keras, pemanasan yang berlebihan, pendinginan yang cepat, kontaminasi dengan air, urine atau antiseptik (Toilehere, 1979).
Abnormalitas primer meliputi kepala yang terlampau besar, kepala yang terlau kecil, kepala pendek dan melebar, pipih memanjang, kepala rangkap, ekor ganda, bagian tengah melipat, dan ekor melingkar, terputus dan terbelah.  Abnormalitas sekunder termasuk ekor yang terputus, adanya butiran-butiran protoplasma proximal atau distal dan kromosom yang terlepas (Toilehere, 1979).
Pada umumnya sel sperma yang abnormal primer berjumlah 20 % atau lebih, maka kualitas sperma tersebut dianggap jelek, dan bila abnormalitas sekunder lebih dari 25 %, maka pewarnaan kurang tepat (Partodihardjo, 1992).
Abnormalitas sperma dapat dilihat pada gambar berikut (Toilehere, 1979) :
     Sperma normal        Microcephalic        makrocephalic      





     Kepala pendek        Kepala pyriformis    Kepala ganda
Melebar






Ekor ganda           Bagian tengah        Ekor melingkar
                     Membengkak




Pertautan abaxial          Kepala tanpa ekor,
                           Ekor terputus




Butiran protoplasma        Acrosom yang terlepas
proximal dan distal
dan bagian tengah
yang membengkak






C.    Komponen Kimia Penyususn Sperma
Natrium dan kalium merupakan kation-kation utama dalam semen mamalia yanag mengandung konsentrasi rendah kalsium dan magnesium.  Konsentrasi kalium lebih tinggi didalam sperma dari pada didalam palsma semen sedangkan konsentrasi natrium adalah sebaliknya.  Keseimbanagan konsentrsi eloktrolit-eloktrolit ini dipertahankan oleh pengnkutan aktif ion-ion.  Beberapa kation tersebut, terutama kalium yang mempengaruhi daya tahan hidup sperma.  Semen juga mengandung larutan-larutan penyangga (buffer) citrat dan bikarbonat tetapi bahan-bahan penyanggan ini tidak dapat mempertahankan pH netral menghadapi jumlah asam laktat yang terbentuk dari asam laktat yang terbentuk dari froktosa didalam plasma semen sapi dan domba (Toliehere, 1979).
     Plasma semen terkenal secara biokimia karena mengandung persenyawaan-persenyawaan organik spesifik termasuk fruktosa, asam sitrat, sorbitol inositol, glycerryphosphoryl-choline (GPC), erithionine dan prostaglandinyang ditemukan dibagian-bagian lain dari tubuh hewan dari tubuh hewan dalam konsentrasi yang sedemikian tinggi.  Pensenyawaan ini dihasilkan oleh beberapa kelenjar pelenkap atas pengaruh testossteron dari testis.  Setelah kastrasi, tiap unsur organik ini akan menghilang dari plasma semen dan muncul kembali bila atau setelah testosteron disuntikkan pada hewan tersebut (Toilehere, 1979).
Pada bagian anterior selubung inti atau selubung dalam acromosom terkandung enzim-enzim seperti hyaluronidase dan atau zona lysin diantara kedua selubung acromosom yang bersamaperforatium penting untuk percobaan dinding ovum.  Mitokondria mengandung enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme eksudatif sspermatozoa.  Bagian ini kaya akan hospolipid, lechitin dan plasmalogen.  Palasmalogen mengandung satu aldehida lemak dan satu asam lemak yang berhubungan dengan glyserol maupun asam ½ hospor atau choline.  Asam-asam lemak dapat dioksidasi dan merupakan sumber energi androgen untuk aktifitas sperma.  Enzim-enzim yang merombak fruktosa menjadi asam-asam laktat mungkin terdapat diantara fibril-fibril pada ekor (Toilehere, 1979).

D.    Gametogenesis
1.    Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah suatu proses dimana sel-sel kelamin primer dalam testis menghasilkan spermatozoa (Fransond, 1993)
Sperma terbentuk dalam tubuli semeniferi dari sel-sel induk sperma yang diploid, spermatid tipe A, yang terletak pada membran basalis.  Spermatogenesis merupakan suatu proses komplek yang meliputi spermatocytogenesis merupakan suatu proses kompleks yang meliputi pembelahan dan defferensiasi sel.  Selama prose tersebut jumlah kromosom direduksi oleh diploid(2n ; 60 pada sapi, 54 pada domba, dan 38 pada babi) menjadi haploid (n) pada setiap sel. Juga terjadi reorganisasi komponen-komponen inti sel dan sitoplsma  secara meluas.  Spermatogenesis meliputi spermatositogenesis atau pembentukan spermatosit primer dan sekunder dari spermatogenia tipe A dan permiogenesis atau pembentukan spermatozoa dari spermatid (Toilehere, 1979).
Proses spermatogenesis dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu :
-      Fase I (15 – 17 hari) pembelahan mitosis dimana spermatogenesis menjadi dua anak sel yaitu satu spermatogonium dormant yang menjadi kuntinuitas spermatogenesis dan atau spermatogonium aktif yang menbagi diri menjadi empat kali sehingga menbentuk 16 spermatocyt primer (2n).
-      Fase II (kurang lebih 15 hari)pembelahan mitosis dari spermatocyt primer (2n) menjadi spematosit sekunder (n).
-      Fase III (beberapa jam) pembelahan spematosit sekunder menjadi spermatid.
-      Fase IV (kurang lrbih 15 hari) methamorfosis spermatid menjadi spematozoa tanpa pembelahan sel.  Proses spermatogenesis meliputi perombakan radikal bentuk sel dimana sebagian besar cytoplasma termasuk asam ribonucleid (RNA), air atau glycogen terlepas atau menghilang (Toilehere, 1979).

Proses spematogenesis dikendlikan oleh kelenjar endokrin.  Rangkaian kejadian pengendalian hormon terhadap spermatogenesis pada sapi jantan adalah pada waktu pubertas.  GnRH, LH mempengaruhi sel Leydig untuk menghasilkan androgen kemudian androgen membuat epitel germinalis dari tubuli semeniferi bereaksi terhadap FSH, LH dan androgen.  Selain itu androgen melalui pengaruhnya terhadap seluruh alat kelamin jantan membantu mempertahankan kondisi yang optimum terhadap seluruh alat kelamin jantan membantu mempertahankan kondisi yang optimum terhadap keadaan spermatogenesisi, pengankutan sperma dan penempatan air mani didaerah penbuahan sel (Parthodihardjo, 1992)     
2.    Pertumbuhan Spermatozoa
Serangkain tahapan dalam pembentukan spermatozoa, yaitu (1) spermatogenesis, sel-sel yang umumnya terdapat pada perifer tubulus seminiferi, jumlahnya bertambah secara mitosis, suatu tipe pembelahan sel-sel anakan hampir sama dengan induknya, (2) spermatosit primer ini dihasilkan oleh spermatogenia, mengalami migrasi menuju kepusat tubulus semineferi dan mengalami pembelahan miosis, jumlah kromosom dibagi dalam spermatosit sekunder, (3) dua spermatosit sekunder yang terbentuk dari masing-masing spermatosit primer terbagi secara mitosis menjadi empat spermatid, (4) masing-masing spermatid mengalami serangkaian perubahan nukleus dan sitoplasma (spermatogenesis) dari sel yang bersifat non metil menjadi sel motil(sel yang mampu berabak) dengan membentuk flagum(ekor) untuk membentuk spermatozoa, (5) spermatozoa adalah kecambah yang mana setelah masuk kemudian bergerak melalui epiidymis yang mampu membuahi ovum setelah terjadinya kapasitas pada hewan betina (Frandson, 1993)    
3.    Spermatogenesis Pada Saat Maturasi
     Pada umumnya spermatozoa mengalami pematangan selama perjalanannya melalui epididymis yang ditandai oleh perpindahan butiran cytoplasma dari daerah proximal (proximal protoplasmic droplet) menyusuri bagian tengah kebagian distal ekor 9distal protoplasmic droplet) dan akhirnya menghilang sebelum ejakulasi.  Pada sapi, butiran protoplasma proksimal ditemukan pada 44 % spermatozoa didalam caput dan hanya 2 % didalam cauda epididymis adalah 2 – 10 kali lebih subur daripada sperma dari kepala epidydimis.  Mungkin karena abnormalitas gerakan-gerakan sel-sel sperma yang diambil dari caput epidydimis (Toilehere, 1979).
     Spermatozoa diangkut dalam jumlah yang besar cairan sekresi tubuli semineferi dan rete testis kedalam tubuli efferens testis  yang berliku-liku yang terletak dekat caput epidydimis dan bermuara keductus epidydimis.  Aktivitas otot licin yang membantu pengankutan semen melalui ductuli efferens testis.  Aktifitas peristaltik otot licin epididimis bertanggung jawab atas pengangkutan sperma kedaerah ini.  Mekanisme kontraktil yang terlihat dalam pengangkutan sperma pada hewan jantan sebagian diatur oleh oxicotin (Salisbury, 1985).
     Spermatozoa tertimbun didalam epidydimis menjadi dewasa sebelum perjalanannya didalam pembuluh epidydimis itu, yang mencapai panjang 33 – 35 m.  Didalam epidydimis spermatozoa menjadi masak terhadap kemampuannya untuk memperlihatkan mobilitas yang spontan dan kemampuannya untuk membuahi ovum.  Bila spermatozoa itu melanjutkan proses pendewasaannya selama dalam perjalanannya didalam epidydimis, masa protoplasma yang berupa butiran-butiran sitoplasma, yang biasanya berada disekitar leher spermatozoa akan bergerak menuju kebagian ekor dan secara normal akan terlepas sebelum diejakulasikan pada waktu spermatozoa akan bergerak menuju kebagian ekor dan secara normal akan terlepas sebelum diejakulasikan pada waktu spermatozoa itu berada dalam epidydimis bagian kepala.  Namun demikian dapat terjadi bahwa butiran dari sitoplasma masih tetap tinggi dispermatozoa sesudah ejakulasi dan spermatozoa yang tidak sempurnaproses pendewasaanya (Salisbury,1985)    


E.    Mekanisme Hormonal Pada Saat Pembentukan Spermatozoa
Proses spermatogenesis dikendalikan oleh hormon dan kelenjar endokrin.  Proses kejadian pengendalian hormon terhadap spermatogenesis pada sapi jantan adalah waktu pubertas gonadotropin.  LH akan mempengaruhi sel-sel leydig untuk menghasilkan androgen.  Androgen membuat epitel germinalis dari tubuli semineferi bereaksi terhadap FSH.  FSH menyebabkan dimulainya sspermatogenesis dan pembelahan sel spermatogenesis.  Spermatogenesis akan berkesinambungan diatur oleh keseimbangan timbal balik hormon-hormon FSH, LH dan hormon-hormon yang diproduksi oleh testis dan androgen.  Selain itu androgen melalui proses pengaruhnya terhadap seluruh alat kelamin jantan membantu mempertahankan kondisi yang uptimum terhadap spermatogenesis, pengangkutan spermatozoa, dan penempatan air mani didaerah terjadinya pembuahan pada hewan betina (Toilehere, 1985).   










METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat
     Praktikum Dasar Ilmu Reproduksi Ternak tentang Perkembangan Spermatozoa dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 12 Maret 2003, pukul 14.00 – 16.30 WITA bertempat di Laboratorium Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Praktikum
     Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, pisau/scalpel, objeck glassdan deck glass, tabung reaksi, cawang petri dan papan preparat.
Bahan yang digunakan adalah testis sapi, NaCl 0,9 %, air, sabun, dan tissue.
Metode Praktikum
     Menyiapkan testis sapi yang lengkap satu buah setiap kelompok.  Kemudian memisahkan bagian-bagian testis yaitu rete testis, corpus epidydimis, caput epidydimis, cauda epidydimis, tubuli semineferi, dan vas defferens.  Mengambil spermatozoa pada setiap bagian testis dengan cara menbilas dengan NaCl 0,9 % atau dengan mengerus bagian tersebut.  Air bilasan atau gerusan tadi dimasukkan kedalam tabung, dan membiarkan kira-kira 10 menit.  Mengambil sebagian super natan dari larutan tadi sedang endapannya dibunag.  Melakukan pemeriksaan cairan supernatan tadi dibawah mikroskop, yakni mengambil satu tetes.  Larutan tersebut diletakkan pada deck glass lalu ditutup dengan cover glass.      

No comments:

Post a Comment